Hendaknya setiap orang tahu bahwasanya Alloh mewajibkan hamba-Nya untuk setiap kali ada perselisihan; dia mengembalikan masalah itu dan jawabannya kepada Al Qur'an, As Sunnah dengan pemahaman Salaful Ummah.
Setiap hamba wajib untuk taat pada Alloh dan RosulNya secara mutlak. Dan Alloh تعالى berkata:
Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: "Maka Alloh ta'ala memerintahkan untuk menaati-Nya dan menaati RosulNya, dan mengulang fi'il (taatilah) untuk memberi tahu bahwasanya taat pada Rosul itu wajib secara tersendiri, tanpa harus menyodorkan perintah beliau kepada Al Qur'an, bahkan jika beliau memerintah, wajib untuk ditaati secara mutlak, sama saja apakah perintah beliau itu ada dalam Al Qur'an ataukah tidak ada, karena beliau itu telah diberi Al Kitab dan yang semisal dengannya bersamanya.
Dan Alloh tidak memerintahkan untuk taat pada ulil amri (pemerintah dan ulama) secara tersendiri, bahkan Alloh menghapus fi'il (taatilah), dan menjadikan ketaatan pada mereka itu masuk dalam kandungan ketaatan pada Rosul, sebagai pengumuman bahwasanya mereka itu hanyalah ditaati dalam rangka mengikuti ketaatan pada Rosul. Maka barangsiapa dari mereka memerintahkan untuk taat pada Rosul, wajiblah dia ditaati, dan barangsiapa memerintahkan menyelisihi apa yang dibawa oleh Rosul, tak boleh didengar ataupun ditaati.
–Sampai pada ucapan beliau:- kemudian Alloh ta'ala memerintahkan untuk mengembalikan perkara yang kaum mukminin memperselisihkannya kepada Alloh dan Rosulnya jika mereka memang mukminin. Dan Alloh mengabari mereka bahwasanya yang demikian itu lebih baik untuk mereka di dunia dan lebih bagus lagi kesudahannya di akhirat."
[Selesai dari "I'lamul Muwaqqi'in"/1/hal. 48]
وَمَا ٱخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِن شَىْءٍ فَحُكْمُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمُ ٱللَّهُ رَبِّى عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
"Tentang sesuatu apapun yang kalian perselisihkan, maka keputusannya harus diserahkan kepada Alloh. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Alloh Tuhanku. Kepada-Nya lah aku bertawakkal dan kepada-Nya-lah aku kembali." [QS. Asy-Syuro: 10]
Yang manakah sumber hukum yang harus ditaati? Kemana kita merujuk saat ada perselisihan?
Tentu saja merujuk pada wahyu dari Penguasa alam semesta, yaitu: Al Qur'an dan As Sunnah, sebagaimana yang disebutkan pada ayat di atas dan di dalam dalil-dalil yang lain, yang mana Alloh تعالى berkata:Alloh تعالى berkata:
Maka Alloh tidak menyuruh umat ini bersatu dengan persatuan semu: setiap orang berpartai-partai dan bergolongan-golongan serta berfanatik madzhab. Namun semuanya diwajibkan untuk bersatu di atas syariat yang sama, kembali kepada sumber hukum yang sama.
Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: "Jika dasarnya sama, tujuan yang dicari juga sama, jalan yang ditempuh juga sama; hampir-hampir tidak akan menyebabkan perselisihan. Sekalipun terjadi perselisihan; maka hal itu tidak membahayakan sebagaimana perselisihan di kalangan Sahabat yang pernah terjadi. Yang demikian itu dikarenakan dasar yang mana mereka membangun agama ini adalah sama, yaitu: Kitabulloh dan Sunnah Rosul-Nya, tujuan mereka juga sama, yaitu: menaati Alloh dan Rosulnya, jalan mereka juga sama yaitu: meneliti dalil-dalil Al Qur'an dan As Sunnah serta mendahulukannya di atas setiap ucapan, pendapat, kiyas, perasaan dan politik." ["Ash Shawa'iqul Mursalah"/2/hal. 518-519/cet. Darul Ashimah]
Itulah konsekuensi pengakuan bahwasanya: dirinya meridhoi Alloh sebagai Robbnya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai Rosulnya.
Dari Al Abbas bin Abdil Muththolib رضي الله عنه bahwasanya beliau mendengar Rosululloh صلى الله عليه وسلم berkata:
Dan dari Abu Sa'id Al Khudriy رضي الله عنه:
"Bahwasanya Rosululloh صلى الله عليه وسلم berkata: "Wahai Abu Sa'id, orang yang meridhoi Alloh sebagai Robbnya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai Nabinya, wajiblah untuknya masuk Surga." Maka Abu Sa'id merasa kagum dengan itu seraya berkata: "Ulangilah kalimat tadi untuk saya wahai Rosululloh." Maka beliau melakukannya. Kemudian beliau berkata: "Dan ada amalan lain yang dengan itu sang hamba akan diangkat derajatnya mencapai seratus derajat di Surga, yang mana jarak antara dua derajat adalah bagaikan jarak antara langit dan bumi." Dia bertanya: "Apakah amalan itu wahai Rosululloh?" Beliau menjawab: "Jihad di jalan Alloh, jihad di jalan Alloh."" [HR. Muslim (1884)]
Dari Sa'd bin Abi Waqqosh رضي الله عنه bahwasanya Rosululloh صلى الله عليه وسلم berkata:
Al Imam Ibnu Rojab Al Hanbaliy رحمه الله berkata: "Ridho dengan rububiyyah Alloh itu mengandung keridhoan untuk beribadah kepada-Nya semata tanpa sekutu bagi-Nya, dan meridhoi pengaturan-Nya pada hamba-Nya dan pilihanNya untuknya. Meridhoi Islam sebagai agamanya itu menuntut dirinya memilih Islam di antara seluruh agama yang ada. Meridhoi Muhammad sebagai Rosul-Nya itu menuntut keridhoan pada seluruh syariat yang beliau datangkan dari sisi Alloh, dan menerima itu dengan ketundukan dan kelapangan hati, sebagaimana perkataan Alloh تعالى:
Maka hendaknya sang hamba mengoreksi diri sendiri dan melihat pada kejujurannya di dalam ucapannya setiap hari:
Karena barangsiapa meridhoi takdir Alloh secara hakiki, dia akan merasakan cita rasa keimanan. Dan barangsiapa mendapatkan taufiq dari Alloh untuk Alloh dan Rosul-Nya itu lebi dia cintai daripada keduanya, dan menyempurnakan syarat yang lain, dia akan merasakan manisnya keimanan, dan itu lebih tinggi daripada cita rasa iman.
Dari Anas رضي الله عنه bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم berkata:
Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: "Dan manakala kecintaan yang sempurna adalah kecondongan hati secara total pada pihak yang dicintainya: jika kecondongan tadi membawanya kepada ketaatan dan pengagungan pada pihak yang dicintai, dan setiap kali kecondongan tadi semakin kuat, semakin sempurna pulalah ketaatan, dan semakin banyaklah pengagungannya.
Dan kecondongan tadi menyertai keimanan, dan dia itu adalah ruh dan inti keimanan. Maka perkara apakah yang lebih tinggi daripada suatu perkara yang berisi kecintaan tertinggi, pengagungan paling utama, dan ketaatan paling besar untuk Alloh سبحانه و تعالى?
Dan dengan itulah sang hamba mendapat manisnya iman sebagaimana dalam "Shohih" bahwasanya beliau berkata:
Maka Nabi menggantungkan cita rasa keimanan pada perasaan meridhoi Alloh sebagai Robb. Dan beliau menggantungkan adanya kemanisan iman pada terwujudnya tiga syarat tadi. Dan tidak sempurnalah kemanisan iman tadi kecuali dengan tiga syarat tadi, yaitu: Alloh سبحانه و تعالى dan Rosul-Nya lebih dicintai daripada yang lain. Manakala kecintaan yang sempurna dan keikhlasan -yang menjadi buahnya- itu lebih tinggi daripada sekedar meridhoi pada rububiyyah Alloh سبحانه و تعالى , buahnya juga lebih tinggi, yaitu: didapatkannya manisnya iman, sementara buah dari keridhoan tadi adalah: cita rasa iman. Yang ini mendapatkan manisnya iman, yaitu mendapatkan cita rasa iman. Dan hanya Alloh sajalah yang dimintai pertolongan.
Buah yang ini dan yang itu hanyalah diperoleh dengan keridhoan pada Alloh sebagai Robb, berlepas diri dari peribadatan pada yang lain, kecondongan hati secara total pada Alloh, terpusatnya seluruh kekuatan si pecinta padaNya.
Keridhoan si hamba pada apa saja yang datang dari Robbnya adalah mengikuti keridhoannya pada-Nya. Barangsiapa meridhoi Alloh sebagai Robbnya; Alloh akan meridhoinya.
Dan barangsiapa meridhoi apa saja yang datang dari Alloh, berupa pemberian-Nya, penghalangan-Nya, ujian-Nya dan penjagaan-Nya; dirinya tidak akan mendapatkan dengan itu derajat keridhoan kepada Alloh sebagai Robbnya; jika dia tidak meridhoi Alloh sebagai Robbnya, Nabi Muhammad sebagai Rosul-Nya, dan Islam sebagai agama-Nya. Yang demikian itu dikarenakan si hamba terkadang meridhoi Alloh sebagai Robbnya dalam masalah pemberian dan penghalangannya, tapi dirinya tidak meridhoi Alloh sebagai satu-satunya yang berhak disembah dan diibadahi.
Oleh karena itulah Rosululloh itu hanyalah menjamin sang hamba akan mendapatkan keridhoan dari Alloh pada hari Kiamat jika dirinya meridhoi Alloh sebagai Robbnya sebagaimana perkataan Nabi صلى الله عليه وسلم:
[Selesai dari "Madarijus Salikin"/2/hal. 186-187]
_______________________________[1] Diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad (18967) dari Abu Sallam dari
seorang pembantu Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
Di dalam sanadnya ada Sabiq bin Najiyah, dan dia itu
majhul hal, sebagaimana diketahui dari biografinya dalam "Tahdzibut Tahdzib" no. (797).
Dia punya pendukung dalam pensyariatan dzikir tadi
sebagaimana diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad (11102) dari Abu Sa'id رضي الله عنه. Tapi di dalam sanadnya ada Ibnu Lahi'ah, dan dia
itu buruk hapalannya.
Dan hadits-hadits dalam bab ini menguatkan pensyariatan
dzikir itu.
_______________________________Dinukil dari:
("SOLUSI TEPAT BAGI PERBEDAAN MADZHAB DAN PENDAPAT DEMI KEJAYAAN UMAT" | Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman Bin Soekojo Al Indonesiy Al Jawiy حفظه الله )Sumber: https://t.me/dars_syaikh_abu_fairuz/1405
Judul: Diambil dari sebagian teks dalam artikel ini.
Diposting & Diedit seperlunya di Blog ini.
Judul: Diambil dari sebagian teks dalam artikel ini.
Diposting & Diedit seperlunya di Blog ini.
Allah Allooh Rasul Rasulullah Rosulullooh Qayyim Ridha Meridhai akhirot Rabb Rab Rob ummat Kitabullah waqqash rajab keridhaan Robbku robbnya robbmu