JS Post by Label

Jangan Terbawa Perasaan dalam Manhajiyyah dan di Saat Fitnah Bergejolak

Al-Ustadz Abu Hanan Utsman As-Sandakaniy . Ketika seseorang beragama yang hanya terbawa dengan perasaan, maka itu akan menggiring dia dalam pengikutannya terhadap hawa nafsu.

 Berkata Syaikhul Islam رحمه الله:

الذين عبدوا الله بآرائهم وذوقهم ووجدهم لا بالأمر والنهي منتهاهم اتباع أهوائهم!

"Mereka yang beribadah kepada Alloh dengan akal pikiran mereka, dan perasaan mereka serta suasana hati mereka, bukan karena didasari untuk mentaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka mereka pada akhirnya akan mengikuti hawa nafsu!"

Alloh تعالى  berfirman:

ومن أضل ممن اتبع هواه بغير هدى من الله

"Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa petunjuk dari Alloh."

[Al Furqon bainal Haq wal Buthlan hal. 624]

Bermain perasaan dalam beragama bukanlah hal yang terpuji.

نحن لا نمشي مع العواطف العواصف ولكن نمشي مع الدليل والبرهان واليقين.

"Kita berjalan bukan dengan perasaan bagaikan angin taufan akan tetapi kita berjalan dengan dalil, burhan dan yakin."

وهذا هو الذي يبقي صف الدعوة السلفية قويًّا ومميزا ، أما الدعوة التي تقوم على انفعالات وعلى عواطف فليست مهيئة لامتداد.

"Inilah yang membuat dakwah salafiyyah kuat dan tamayyuz (kokoh di atas Al haq dan jauh dari ahli bathil). Adapun dakwah hanya yang dibangun di atas emosional dan perasaan ini tidak akan berlangsung lama."

Berkata Syaikh Al-Utsaimin رحمه الله:

ولا يفيد الإنسان أنْ يعبد الله بالعاطفة بدون أصل شرعيّ يرجع إليه؛ لأنَّ ذلكَ اتباع للهوى.

"Beribadah kepada Alloh dengan perasaan tanpa tuntunan syari'at yang menjadi rujukan, maka tidak akan memberikan faidah pada seseorang, karena yang semacam itu merupakan bentuk pengikutan hawa nafsu." [Majmu'ul Fatawa, jilid 5 / 263]

Berkata Imam Al-Wadiiy رحمه الله pada sebagian orang yang main perasaan dalam perkara manhajiyyah:

ما احد يدهن على الجرب.

"Tidak ada seseorang akan yang mengolesi minyak di atas kudisnya (bintik-bintik merah pada kulit yang terasa gatal)."

Artinya minyak itu tidak akan memberikan manfaat pada kudis dan itu bukan obat untuk menghilangkannya.

Begitupula halnya dengan bermain perasaan dalam perkara manhajiyyah, maka tidak akan memberikan manfaat pada dia dan dakwahnya, tapi yang harus dilakukan bersikap keras dan tegas.

Dan dalam masalah fitnah yang terjadi baik itu fitnah Al-Adany maupun fitnah akan bid'ahnya Asrama TN Putri, seseorang sunny salafy mestinya punya sikap tegas dalam berucap dan bertindak dan bukan menampilkan sikap tawaqquf yang hanya didasari dengan perasaan:

Kasihan, dia kan masih sunny....masih satu barisan dalam dakwah

Kasihan, dia kan masih mengirim pelajarnya ke markiz ahli sunnah di Yaman.

Kasihan, dia kan masih dikunjungi ulama ahli sunnah dan bersama ahli sunnah.

Kasihan, lihat juga bagaimana banyaknya kebaikannya dalam dakwah.

Kasihan, dia itu ustadz dan pengajar kita.

Kasihan... dakwah ini akan terpecah.

Kasihan... jika divonis mubtadi.


Akan tetapi kita katakan karena dia melakukan kebid'ahan, telah tegak hujjah dan burhan, terangkat penghalang dan terpenuhi syarat tabdi maka di vonis mubtadi'.

Berkata Ustadzuna Shiddiq حفظه الله: "Jangan pakai Perasaan yaitu tarik-ulur dalam perkara besar bid'ah dalam syari'at. Dan tidaklah masyaikh ibanah.. baca ini Semua Masyaikh! awalnya mengingkari & mengharuskan Abdurrohman Al Adeny berhenti dari perbuatannya, tapi karena tarik-ulur, tarik-ulur, tarik-ulur akhirnya ikut, lama-lama menjadi satu padu..." [Selesai penukilan.]

Seandainya agama ini dengan perasaan, maka tentunya tidak akan ada ahlu bid'ah di muka bumi ini.

Berkata Asy-Syaikh Al-Allamah Al-Utsaimin رحمه الله:

لو كان الدين بالعاطفة لكان جميع اهل البدع على الحق.

"Seandainya agama ini dengan perasaan, tentunya semua ahli bid'ah berada di atas Al Haq." [Al-Liqo Asy-Syahri 11/33]

ما يجب على السلفي حين ظهور منحرف اتجاه نصح المتأهلين وتلميع المنافحين ?

Apa yang diwajibkan bagi seorang salafy ketika nampak orang yang menyimpang dalam berhadapan dengan nasihatnya orang memiliki keahlian (dalam bidang rudud/bantahan akan kebathilan orang yang menyimpang tadi) dan pujian para pembela terhadap orang yang divonis?

Berkata Syaikhuna Abu Hatim Yusuf Al-Jazairy حفظه الله:

واذا قام من أهل السنة المتأهلين من ينصح اخوانه مبينا بالحجة والبرهان حال المنحرفين من المنحرفين عن السنة فلا يجوز لغيره ان يسارع فى الدفاع عنهم فضلا عن القدح في من نصح ببيان حالهم، إذ ليس ذلك مما جاءت به بالأدلة وليس هو من مسلك اهل السنة اتباع سلف الصالح الذي يحمل المرء على ضبط قوله وعمله وإقدامه وإهجامه وجرحه وتعديله يحمل المرء على أنه يضبط كل ذلك على وفق ما دل عليه الدليل بعيدا عن تحكيم بالمجرد عن العواطف اوالعواصف تفريطا او افراطا.

"Dan jika Ahlu Sunnah yang memiliki keahlian (dalam bidang rudud/ bantahan) menasihati saudaranya yang dijelaskan dengan hujjah dan burhan akan keadaan orang yang menyimpang dari sunnah, maka tidak boleh bagi selainnya untuk bersegera membela mereka, terlebih lagi mencela pada orang yang menasihatinya tentang keadaan mereka, dikarenakan itu bukan dari perkara yang dalil datang dengannya dan bukan pula dari jalannya ahli sunnah pengikut salafus sholih yang akan membawa seseorang untuk mengukur dengan seksama dan teliti akan ucapannya, amalannya, keberaniannya untuk tampil dan menyerang, celaannya dan pujiannya agar mencocoki apa yang ditunjukkan dalil, dalam dia keadaan jauh dari menghukumi dengan sekedar perasaan sama saja mengurangi atau berlebihan." [Lihat muhadhoroh Ma yajibu 'ala salafi hina dzuhur munharif.]

Apalagi kritikan terhadap seseorang itu dibangun atas hujjah dan burhan, maka tentunya siapa yang menginginkan Al Haq nampak, maka yang seharusnya adalah ia mempelajari dalil-dalil atas kritikan itu.

Berkata Syaikhuna Abu Hatim Yusuf Al Jazairy حفظه الله:

فان كان المتكلم فيه ممن ثبت كونه من اهل السنة قبل القدح فيه فلا يتعجل بالنفاح عنه ومن أهل السنة الناصحين من قد بين من حاله فيجب عنده الوقوف على تلكم الحجج والدراسة للأدلة، بل على المرء ان يبادر ويسارع بطلب الأدلة على ادانة هذا الشخص وهو قصد من ذلك ظهور الحق مع تخليص نفسه من الهواء وحظوظ الدنيا.

"Maka jika yang dibicarakan (atau yang dikritik) itu dari orang-orang telah tetap keberadaannya sebagai ahli sunnah sebelum ia dicela, maka jangan tergesa-gesa ia membelanya, sementara dari kalangan ahli sunnah ada yang menjelaskan tentang keadaan orang (yang dikritik tersebut).

Maka wajib di sisinya untuk berhenti atas hujjah-hujjah kalian dan pembelajaran terhadap dalil-dalilnya. Dan bahkan wajib atas seseorang untuk bersegera untuk meminta dalil-dalil akan perendahan terhadap orang tersebut (yang dikritik) dan dia maksudkan dari hal tersebut untuk nampaknya al haq disertai pemurnian dirinya dari hawa nafsu dan bahagian dunia..."

[Lihat muhadhoroh Ma yajibu 'ala salafi hina dzuhur munharif]

Inilah upaya dari para mutawaqqif yang masih menggunakan perasaan pura-pura menampakkan diri bahwa mereka bersama ulama, kembali kepada ulama, dan melakukan upaya pengaduan disertai menampakkan sikap tidak tergesa-gesa dalam memvonis, tidak serampangan dalam bertindak, supaya memberikan kesan pada ummat bahwa mereka cinta terhadap persatuan, sementara telah nampak vonis dengan hujjah dan burhan dari kalangan ahli ilmu, akan tetapi para mutawaqqifun tidak mau menerimanya.

Maka kita katakan:

هذا الأسلوب الذي سلكوه اسلوب استعطاف واستدراج العواطف وجلب المواقف.

Metode yang mereka tempuh ini adalah metode menarik rasa iba orang lain, tipuan menarik perasaan orang lain dan menarik sikap orang lain (untuk masuk dalam jajaran mutawaqqif).

Maka kita katakan pada mereka yang mutawaqqif yang menolak hukum vonis Hizby mubtadi' dan tidak menerimanya, sementara vonis itu dibangun di atas hujjah dan burhan:

فإن أبوا إلا رد الحق وتركوا اتباع الحجة

"Maka tidaklah mereka enggan (menerimanya) kecuali menolak Al Haq dan mereka meninggalkan untuk mengikuti hujjah"

Inilah akhir yang jelek dalam beragama dengan perasaan, sementara perasaan tersebut tidak dibangun di atas akal dan syariat.

Dan hendaknya orang yang dekat maupun yang jauh untuk mengetahui bahwa kecemburuan atas manhaj salafy merupakan hal sangat penting, dan bukanlah perasaan-perasaan yang membebankan kita sehingga menelantarkan al-haq.

Dan bahkan demi Alloh, bahwa yang akan membuat gembira para musuh dakwah salafiyyah adalah diam dari menjelaskan kesalahan dan diam dari membantah atas orang yang menyelisihi manhaj salaf.

Dan penjelasan terhadap kebathilan dan terang-terangan mengucapkan Al Haq itu tidak akan membahayakan dakwah, bahkan sebaliknya yang membahayakannya adalah diam dan pura-pura buta dari Al-Haq yang ditampakkan oleh para penasihat.

Dan seharusnya seorang sunny salafy mengetahui bahwa:

بقاء الحق أحب اليك من بقاء الرجال.

Tetapnya (akan keberadaan) al haq itu lebih engkau cintai dari tetapnya para tokoh.

Berkata Asy Syaikh al 'Utsaimin رحمه الله:

لا تأخذك العاطفة فالعاطفة إن لم تكن مبنية على العقل والشرع صارت عاصفة تعصف بك وتطيح بك في الهاوية.

"Jangan kamu mau dikendalikan oleh perasaan, karena perasaan itu jika tidak dibangun di atas akal (yang sehat dan selamat -pent) dan sesuai syariat, Maka perasaan tersebut akan menjadi hembusan badai kencang yang menghempaskanmu dan menjerumuskanmu ke dalam jurang yang sangat dalam." [Majmu' Fatawa 25/532]

Dan karena itulah kami menasihatkan kepada para asatidz untuk tidak memberikan pembelaan dan pagar betis kepada mereka yang telah divonis hizby dengan hujjah dan burhan seperti Abu hazim CS, karena sungguh telah nampak dari mereka apa yang membuat jelek keadaan mereka, dan kami tidak akan menyangka mereka bisa akan selamat jika masih tetap berada di atas keadaan seperti itu.

Dan ambillah pelajaran keadaan orang yang telah berlalu sebelum mereka.

فلا نتعصب لهم ولا تأخذنا العواطف فقد تركنا من هو أكثر منهم علما واغرز فائدة واشهر ذكرا تجردا للحق ودفاعا عن السنة.

Maka kita tidak akan ta'ashshub terhadap mereka dan juga perasaan tidak mengendalikan kita, dan sungguh kita telah meninggalkan orang yang lebih banyak ilmunya dari mereka, dan lebih luas faidahnya dan lebih terkenal penyebutan namanya dalam rangka pemurnian dalam mengikuti al haq dan pembelaan terhadap sunnah.

Dan kebenaran itu bukanlah diukur dengan hawa nafsu dan akal-akalan ataupun ro'yu dan perasaan, akan tetapi diukur dengan kecocokannya dengan wahyu berupa kitabullah dan Sunnah Rosululloh صلى الله عليه وسلم, dan tidak peduli dengan siapapun yang menyelisihinya dan tidak takut dengan celaan siapapun yang mencela.

Berkata Asy-Syaikh Al-Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani رحمه الله:

الدين نقل

"Agama Islam adalah agama yang dibangun di atas nukilan," yakni: ketentuan dalam mengambil serta beramal dan berdakwah itu dengan menukil (dari Al-Qur'an dan As-Sunah) dengan pemahaman sebagaimana yang telah diwariskan oleh para ulama salaf yang sholih yang murni dan jernih ajarannya tanpa ada pengurangan dan penambahan dan pencampuradukkan dengan bid'ah dan syubuhat.

وليس عقل

"dan agama bukan dengan akal," yakni: mengambil agama dengan pemikiran yang dangkal atau isthisanaat /pendapat yang menganggap baik aturan agama dengan perasaan dan hawa nafsu dirinya atau figur yang ditokohkan serta dikagumi dan fanatik dengan ajaran kelompok yang tidak pernah diajarkan oleh Rosululloh صلى الله عليه وسلم dan salafus sholih.

وظيفة العقل فهم الدين،

"Tugas akal adalah memahami agama,"

وليس التشريع في الدين

"Bukan membuat syariat (aturan) sendiri dalam agama."

[Silsilah Huda wan Nur (246).]
_________

Dan beliau juga berkata:

دعوة الحق تُضادُّ دعوة الباطل , فلا يجوز مراعاة مشاعر الناس فالصدعُ بالحق لا يعني مراعاة مشاعر الناس , مادام بالأسلوب الحق.

"Dakwah yang haq itu selalu bertentangan dengan dakwah yang bathil, maka tidak boleh menjaga atau meninjau (suatu kebenaran) berdasarkan perasaan manusia. Berucap dengan secara terang-terangan di dalam membela kebenaran bukan berarti harus menyesuaikan dengan perasaan manusia, selama metode yang dilakukan itu benar." [Silsilah al-Huda wan-Nuur 713.]

Dan kita beragama karena suatu kebenaran yang dinilai berdasarkan dalil.

Berkata Asy-Syaikh Sholih Al-Fauzan hafizhahullah:

الحق لا يُعرف بالعقول أو يُعرف بالعادات أو التقاليد أو الأفكار وإنما يعرف بالوحي.

"Kebenaran tidak diketahui berdasarkan akal, adat, kebiasaan, atau pemikiran, tetapi hanyalah diketahui berdasarkan wahyu." [Syarh hadits "Inna Kunna fi Jahiliyyah wa Syarrin" hal. 15]

Mari kita menimbang seseorang walaupun dia dari kalangan alim ulama dengan hujjah dan burhan sesuai manhaj salaf, bukan dengan perasaan semata dan taklid buta.

Berkata Al-Imam Al-Albany رحمه الله:

الدين ليس بالعقل ولا بالعاطفة إنما باتبباع احكام الله فى كتاب الله وأحكام رسوله فى سنته وفى حديثه.

"Agama bukan sekedar dengan akal, dan bukan pula dengan main perasaan, akan tetapi beragama itu dengan mengikuti hukum-hukum Alloh dalam kitab-Nya dan hukum-hukum Rosul-Nya dalam Sunnah dan haditsnya." [Al-Huda Wan-Nur 530]

Gunakanlah dan tempatkanlah akalmu dalam memahami fitnah dan kesampingkan perasaaanmu agar engkau tidak menyesal dikemudian hari.

Berkata Asy-Syaikh Al-'Utsaimin رحمه الله:

كثيرًا ما يندم الإنسان على تصرفاته بسبب عدم الحكمة ، فلهذا يجب على الإنسان أن يغلِّب جانب العقل دائمًا لا جانب العاطفة ؛ لأن جانب العاطفة فيه خلل كثير ، لكنَّ تغليب جانب العقل هذا هو الحِكمة.

"Kebanyakan apa yang disesalkan manusia atas tindakannya, itu disebabkan karena tidak adanya hikmah. Maka itulah wajib bagi seorang untuk lebih menguasai atas dirinya (mendominasinya) selalu dari sisi akal, bukan dari sisi perasaan. Sebab yang namanya dari sisi perasaan, padanya banyak kelemahan (cacat, kerusakan). Akan tetapi lebih menguasai diri dari sisi akal, maka itu hikmah." [Tafsir Surah al Ankabut hal. 320]

Sebagai nasihat umum:
Awal karakteristiknya seorang penuntut ilmu adalah mencintai al-haq dan bersungguh-sungguh dalam mencarinya serta menolongnya.

Dan kemudian ia merasa tenang dan lega dari kubangan perasaan membabi buta dan fanatik yang tercela terhadap seseorang, sebab uslub itu akan memasukkan dia salah satu dari orang-orang yang Alloh telah berfirman tentang mereka:

وَلَوْ عَلِمَ ٱللَّهُ فِيهِمْ خَيْرًا لَّأَسْمَعَهُمْ ۖ وَلَوْ أَسْمَعَهُمْ لَتَوَلَّوا۟ وَّهُم مُّعْرِضُونَ

"Kalau sekiranya Alloh mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Alloh menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Alloh menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu)."

Dan disebutkan dalam tafsir muyassaar:

ولو علم الله في هؤلاء خيرًا لأسمعهم مواعظ القرآن وعبره حتى يعقلوا عن الله عز وجل حججه وبراهينه، ولكنه علم أنه لا خير فيهم وأنهم لا يؤمنون، ولو أسمعهم -على الفرض والتقدير- لتولَّوا عن الإيمان قصدًا وعنادًا بعد فهمهم له، وهم معرضون عنه، لا التفات لهم إلى الحق بوجه من الوجوه.

"Seandainya Alloh mengetahui pada diri mereka ada kebaikan, pastilah Alloh akan menjadikan mereka dapat mendengarkan nasihat-nasihat al-qur'an dan pelajaran-pelajaran yang bisa dipetik, sehingga mereka dapat memahami dari Alloh berupa hujjah-hujjah dan bukti-bukti kebenaran. Akan tetapi, Alloh telah mengetahui bahwa sesungguhnya tidak ada lagi kebaikan pada diri mereka dan sesungguhnya mereka itu tidak beriman. Sekiranya Alloh benar-benar menjadikan mereka dapat mendengar dengan baik sekalipun, pastilah mereka akan tetap berpaling dari keimanan dengan kesengajaan dan penentangan setelah pemahaman mereka kepadanya, sedang mereka tetap berpaling darinya, tidak ada perhatian dari mereka kepada kebenaran dalam bentuk apapun."
_______________________________

Telah dikoreksi oleh: Ustadzuna Abu Abdirrohman Shiddiq Al Bughisy حفظه الله

Disusun: Abu Hanan As-Suhaily
20 Muharram 1444 - 18/8/2022

Sumber:  t.me/Nashihatulinnisa/9302
Judul: Dari Sumbernya.
Diposting & Diedit seperlunya di Blog ini.
furqan faedah shalih muhadharah nasehat dinasehati menasehatkan ra'yu batil kebatilan Rasulullah Allah
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال