JS Post by Label

Penjelasan Fardhu Kifayah dan Fardhu Ain dalam Masalah Vonis Tabdi' Mubtadi'ah

Asy-Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman Al-Jawiy Al-Indonesiy .

Pertanyaan:

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Afwan yaa Syaikhona, mohon penjelasan nya atas perkataan berikut ini, apakah hal tersebut benar, dan bagaimana penjelasannya:

Bahwasanya sudah dicukupkan bagi orang yang menegakkan hujjah dan mengtabdi' si fulan. Karena menjarh itu fardhu kifayah. Adapun mengajak-ngajak orang lain untuk ikut tabdi' adalah tindakan hizbiyyah semisal ikhwany dan Sururi.

Bukankah kita harus tolong menolong dalam membantah kebathilan dan bagaimana keadaan orang yang tidak ada upaya untuk menolong menyebarkan pentabdian terhadap pelaku bid'ah di karenakan perkataan bahwa mengajak-ngajak orang lain untuk ikut tabdi' adalah tindakan hizbiyyah semisal ikhwany dan Sururi, mohon penjelasannya yaa Syaikhona.

Jawaban:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Memang yang namanya Amar Ma'ruf dan Nahi Mungkar dari satu sisi yaitu dari sisi dengan hati dia adalah fardhu 'ain, dari sisi lisan dan dari sisi anggota badan dia adalah fardhu kifayah, tetapi juga jadi fardhu 'ain apabila di depan mata seseorang, jadi fardhu 'ain untuk dia apabila dia mampu,

Maka masuk dalam Amar Ma'ruf Nahi Mungkar adalah Jarh wat Ta'dil dengan segala konsekuensinya, ini adalah fardhu kifayah untuk menegakkan hujjah, demikian pula memberikan vonis-vonis, ini adalah fardhu kifayah,

Tetapi sebagai mana yang namanya fardhu kifayah, kalau sudah tercukupi hajat maka yang lain tidak wajib untuk menegakkan itu, hukumnya adalah mustahab,

Sekarang terkait dengan kasus yang terakhir tentang Abu Hazim, APAKAH SUDAH TERBENTUK KIFAYAH??,

SAMA SEKALI MASIH BELUM, MASIH JAUH DARI TERBENTUK KIFAYAH,

BETUL BETUL ORANG YANG MENTABDI' ABU HAZIM ITU SANGAT SEDIKIT, bahkan masih di anggap asing dan aneh menyelisihi ulama lah dan sebagainya,

Ini menunjukkan kifayah sama sekali belum tercukupi, belum terpenuhi, maka yang lain tidak boleh tinggal diam, kecuali kalau yang lain terang-terangan ingin bergabung dengan Abu Hazim,

Silahkan terang-terangan sebutkan itu, biar kami tahu kalian bukan Mutawaqqif, kalian memang dari pendukung Mubtadi' itu.

Kemudian dari sisi yang lain, apabila memang sudah terbukti sudah terbentuk kifayah, memang yang lain tidak wajib untuk iqomatul hujjah secara orang-perorang, dan tidak wajib untuk yaitu istilahnya adalah menegakkan vonis tetapi dia punya fardhu 'ain dari sisi keyakinan hati,

Sebagaimana masalah ikhwanul muslimin yang kalian mengklaim kami malah ikut jalan nya ikhwanul muslimin atau sururiyyin,

Ikhwanul Muslimin Salafiyyun atau MUBTADI'AH?, kalau kalian mengatakan salafiyyun, tahu lah kami ternyata kalian adalah penyusup, tetapi kalau kalian mengatakan mubtadi'ah, bukankah yang mentabdi' ikhwanul muslimin adalah para ulama dan sudah tercukupi, dengan sejumlah ulama??, kenapa kalian sekarang mengatakan mubtadi'ah??,

INILAH YANG KAMI INGINKAN, BUKAN MASALAH MEMVONIS DALAM ARTIAN MENEGAKKAN VONIS, TETAPI KEYAKINAN KALIAN APA??,

Apakah dengan alasan cukup para ulama yang mentabdi' ikhwanul muslimin, kalian sendiri masih meyakini ikhwanul muslimin adalah salafiyyun??, ini namanya kalian adalah ternyata ikhwanul muslimin kalau begitu, jika demikian,

Tetapi tatkala kalian mengatakan yang mentabdi' itu sudah cukup maka kami tidak wajib untuk menegakkan tabdi', memang, tetapi kenapa kalian kalau di tanyakan ikhwanul muslimin mubtadi' atau bukan??, kalian mengatakan mubtadi', ini lah yang kami inginkan, yaitu keyakinan kalian apa??, dan itu adalah fardhu 'ain bagi orang-orang yang memahami permasalahan ini, untuk meyakini bahwasanya mubtadi' adalah mubtadi', bahwasanya salafi adalah salafi,

Walaupun yang menegakkan vonis, walaupun yang menegakkan iqomatul hujjah, ini adalah hukumnya fardhu kifayah, tetapi keyakinan hati masing-masing orang ini adalah fardhu 'ain sebagai mana kewajiban tentang masalah menegakkan prinsip-prinsip Ahlussunnah, ini bukan fardhu kifayah, ini fardhu 'ain,

Di antara isi dari prinsip Ahlussunnah wal Jama'ah adalah meyakini mubtadi' adalah mubtadi', sunny adalah sunny, sehingga dia mampu melaksanakan prinsip Ahlussunnah wal Jama'ah yang berikutnya, yaitu Al Wala' wal Baro', yaitu setia kepada Ahlussunnah dan berlepas diri dari Ahlul Bida',

Dan inilah yang di maksudkan dalam pertanyaan para ikhwah kepada orang yang lain,

MENURUT ANTUM ABU HAZIM MUBTADI' ATAU BUKAN??, ini pertanyaan yang wajar karena ini bagian dari intihan yang ada dalam Alquran, ada dalam Sunnah, ada dasarnya dan juga ada contoh-contohnya dari para salaf, kita kan ikut salaf, salaf melakukan intihan, menanyakan agar kita tahu orang ini termasuk siapa, yang saya tanya ini termasuk dari musuh dalam selimut atau dia adalah teman setia,

Jadi tidak seperti kalian dengan kejahilan kalian sekedar pertanyaan itu kalian menuduh kami ini ikhwani lah, surury lah seakan-akan kalian yang lebih memahami tentang siapa itu ikhwanul muslimin dan siapa itu sururiyyun, pertanyaan dan tuduhan kalian yang seperti itu tadi membuktikan ternyata hanya segitu pengetahuan manhaj kalian,

Orang yang tanya fulan mubtadi' atau hizbi menurut Antum malah kalian tuduh, ini menunjukkan jahilnya kalian, inilah jawaban yang betul tentang masalah itu, kita wajib untuk Ta'awwun sampai sekarang belum terbentuk kifayah, belum terbentuk kecukupan kuota untuk orang yang menghukumi Abu Hazim sebagai mubtadi', sehingga ummat merasa tenang untuk meninggalkan orang itu, maka yang lain wajib untuk mengumandangkan itu pula, kecuali kalau memang dia meyakini Abu Hazim adalah ternyata teman dia, memang layak untuk dibela memang layak untuk dibantu, bid'ah nya itu memang layak untuk dibela, terangkan sekalian kalau kalian memang itu, tidak perlu kalian seakan akan kalian di golongan kami tetapi ternyata kalian adalah musuh dalam selimut,

والله أعلم والحمد لله رب العالم

Dijawab oleh: Asy-Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman Bin Soekojo Al Indonesiy Aljawiy Al Qudsiy حفظه الله تعالى
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال